AGRA Banten Desak Kepolisian Segera Bebaskan tanpa Syarat para Pemburu Hama Babi yang Ditangkap
![]() |
Raden Deden Fajarullah, Pimpinan AGRA Banten. Dok. Facebook Raden Deden Fajarullah |
MindsetBanten.com Pandeglang - Penangkapan terhadap empat pemburu hama Babi hutan di Ciakar, Desa Rancapinang, Cimanggu dan dua orang lainnya masing-masing dari Desa Cibadak dan Desa Padasuka Pandeglang oleh pihak Kepolisian Daerah Banten diklaim salah sasaran.
Hal tersebut dikemukakan Raden Deden Fajarullah, Pimpinan Aliansi Gerakan Reforma Agraria (AGRA) Banten, dalam sebuah pernyaan sikap yang diterima MindsetBanten melalui pesan WhatsApp, Rabu, 09/08.
Dalam pernyataan sikap itu dikemukakan, dasar penangkapan yang dilakukan pihak kepolisian terhadap para pemburu hama Babi hutan tersebut tidak kuat lantaran hanya mendasarkan bedil 'locok' sebagai barang bukti.
Baca Juga :
Kasus Narkoba tinggi, Kos-kosan di Kota Serang Kerap Dijadikan Transaksi Narkoba
Padahal menurutnya, bedil serupa adalah barang lumrah yang dimiliki secara umum oleh masyarakat dan biasa digunakan khusus untuk memburu hama babi atau 'Nganjingan' yang kerap merusak tanaman petani.
"Hampir semua masyarakat disini punya bedil locok yang digunakan khusus untuk berburu hama babi. Bahkan, berburu semacam ini tidak dipermasalahkan selama bertahun-tahun. Kalau tidak boleh, polisi tidak pernah memberikan sosialisasi," kata Raden.
Diceritakan Raden, para pemburu yang diklaim kepolisian sebagai pencuri Badak tersebut dijemput paksa saat sedang beristirahat. Mendobrak pintu rumah dan tanpa surat tugas penangkapan.
Tak hanya itu, turur Raden, kurang lebih 150 personil kelopolisan juga dikerahkan untuk melakukan penangkapan.
"Penangkapan dilakukan secara terpisah. Satu orang ditangkap di sawah. Dua lainnya ditangkap di rumah jam satu malem tanpa surat penangkapan dan mendobrak pintu," tambah Raden.
Raden sempat menyayangkan proses penangkapan yang dilakukan secara brutal tersebut, dan menilai bahwa yang dilakukan polisi lebih seperti penculikan.
Polisi juga disebut Raden menekan masyarakat sekitar agar segera menyerahkan bedi locok kepada pihak kepolisian melalui aparat-aparat Desa di kecamatan Cimanggu dan Sumur.
Baca Juga :
Ribuan Honorer dari Banten dan Jateng Geruduk Gedung DPR RI, Ini yang Dituntut!
Pasalnya, razia akan dilakukan di setiap rumah jika bedil-bedil yang dimiliki warga tidak segera diserahkan.
Perihal tudingan pemburuan Badak di hutan konservasi Taman Nasional Ujung Kulon juga ditepis Raden.
Dirinya memastikan, pihaknya tidak mungkin melakukan pemburuan secara liar Badak bercula satu. Selain karena sadar dilindungi negara, Badak-badak tersebut pun menurut Raden primadona di mata dunia dan dipercaya masyarakat sekitar sebagai penyeimbang wilayah yang diamini secara turun temurun.
"Kalau masyarakat disini, apalagi anggota AGRA tidak mungkin memburu badak. Yang pasti, ini ada pihak-pihak tertentu yang tidak bertanggungjawab melakukan pencurian dan pembunuhan," terang Raden.
Menurut Raden, hilangnya Badak di wilayah konservasi TNUK semata bentuk ketidak mampuan Balai Taman Nasional Ujung Kulon dalam mengelola hutan konservasi.
Ia menduga kuat, penangkapan terhadap para pemburu hama Babi hutan adalah upaya cuci tangan pihak Balai dengan cara menuduhnya sebagai pelaku utama.
Baca Juga :
"Saya menduga ini upaya cuci tangan pihak Balai Taman Nasional Ujung Kulon dengan cara menuduh masyarakat yang sering melakukan 'Nganjingan' sebagai pelaku utama dari kejadian ini," kata Raden, lagi.
Berikut ini tujuh tuntutan yang dikemukakan AGRA Banten yang termuat dalam pernyataan sikap merespon pengangkapan tiga pemburu hama Babi hutan:
1. Hentikan proses hukum dan bebaskan 3 anggota AGRA dan masyarakat yang di tahan dengan tuduhan tidak mendasar dan mengada-ngada, bila memang kepemilikan senjata api "locok" adalah kejahatan maka seluruh masyarakatlah yang harusnya ditangkap dan di tahan.
2. POLDA Banten segera hentikan membuat ketakutan di masyarakat dan hentikan melakukan razia bedil Locok masyarakat yang digunakan untuk berburu hama. Jika memang bedil locok diambil. Maka, Polda Banten, Balai Taman Nasional Ujung Kulon dan juga KLHK harus bertanggungjawab mengurus hama yang mengganggu tanaman masyarakat dengan menjaga tanaman masyarakat dari serangan hama.
3. Tarik mundur pasukan Polisi-Brimob di kampung-kampung desa yang hanya membuat resah dan membuat ketakutan masyarakat. Serta hentikan tindakan upaya kriminalisasi dan intimidasi kepada petani, pemburu hama.
4. Pecat seluruh pejabat POLDA Banten, Balai Taman Nasional Ujung Kulon dan jajarannya yang melakukan operasi penangkapan terhadap masyarakat yang tidak bersalah.
5. Berikan jaminan dan perlindungan hukum bagi masyarakat di kawasan Taman Nasional Ujung Kulon
6. Hentikan oprasi jahat Taman Nasional Ujung Kulon- TNUK dengan berbagai cara curangnya untuk mengusir masyarakat dari lahan pertanian dan perkebunan masyarakat dan hentikan menggunakan aparat negara untuk menakuti-takuti masyarakat
7. Wujudkan Reforma Agraria sejati dengan mendistribusikan tanah kepada masyarakat di Kawasan Taman Nasional Ujung Kulon tanpa syarat.