Mahasiswa FEB UTU Terkendala Yudisium: Sulit Mengakses Kajur Ekonomi, Diduga Langgar Hak Akademik Mahasiswa

Meulaboh, 20 Juli 2025 — Seorang mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Teuku Umar (UTU) menghadapi kendala serius dalam proses penyelesaian administrasi yudisium akibat kesulitan berkomunikasi dengan Ketua Jurusan (Kajur) Ekonomi. 

Kendala ini berpotensi menghambat hak mahasiswa untuk menyelesaikan studi tepat waktu, dan menimbulkan pertanyaan serius terhadap pelaksanaan tanggung jawab akademik oleh pejabat struktural kampus. 

 Sebagaimana diatur dalam Pasal 6 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi, setiap mahasiswa berhak memperoleh layanan pendidikan sesuai dengan bakat, minat, dan kemampuannya, serta menyelesaikan program pendidikan tepat waktu sesuai dengan rencana studi, kecuali ditentukan lain oleh kebijakan masing-masing perguruan tinggi. 

Hal ini menegaskan bahwa mahasiswa memiliki hak hukum untuk mendapatkan layanan akademik secara adil dan profesional. 

 Dalam kasus ini, mahasiswa yang tengah berada dalam tahap akhir proses yudisium kesulitan mendapatkan pengesahan berkas dari Ketua Jurusan Ekonomi, yang merupakan syarat administratif utama. 

Mahasiswa telah menghubungi Kajur melalui pesan WhatsApp—yang menurut pengakuannya, isi pesan tidak perlu dijelaskan secara rinci karena dosen yang bersangkutan telah mengetahui bahwa mahasiswa tersebut sedang dalam proses yudisium. 

Namun, hingga tenggat waktu mendekat, tidak ada respon yang diterima. Situasi kian janggal ketika mahasiswa menyadari bahwa foto profil WhatsApp Kajur tidak lagi terlihat dari nomornya. 

Saat dilakukan pengecekan menggunakan nomor lain, foto profil tetap tampil normal, yang mengindikasikan adanya pembatasan akses secara sepihak terhadap mahasiswa tersebut. 

 Terdesak waktu, mahasiswa mencoba menyampaikan permohonan secara langsung dengan mendatangi rumah dosen. Namun, upaya ini juga berujung kekecewaan karena dosen yang bersangkutan menolak untuk menerima atau berdiskusi. 

Mahasiswa pun gagal mendapatkan tanda tangan yang dibutuhkan. 

 Tindakan semacam ini berpotensi bertentangan dengan Pasal 53 ayat (1) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, yang menyebutkan bahwa dosen berkewajiban menciptakan suasana akademik yang kondusif dan menjunjung tinggi etika akademik. 

Selain itu, dosen juga wajib memberikan bimbingan akademik dan administratif kepada mahasiswa sesuai dengan standar pelayanan minimal. 

 Praktik tidak responsif yang dilakukan oleh pejabat struktural akademik, apalagi jika dilakukan secara disengaja, tidak hanya mencederai nilai-nilai profesionalisme dosen, tetapi juga berpotensi menciptakan ketidakadilan akademik yang dapat menghambat masa depan mahasiswa. 

 Kejadian ini sudah sepatutnya menjadi perhatian serius bagi pimpinan fakultas maupun universitas. 

Perlu ada evaluasi terhadap sistem komunikasi, transparansi prosedural, dan mekanisme pertanggungjawaban pejabat akademik agar layanan pendidikan tinggi tetap berjalan dalam koridor hukum, etika, dan keadilan. 

Mahasiswa sebagai subjek utama dalam proses pendidikan tidak boleh dirugikan oleh praktik birokrasi yang tidak profesional.
Previous Post
No Comment
Add Comment
comment url