Krisis Kebebasan Akademik: Pembungkaman dan Intimidasi terhadap Mahasiswa
Mahasiswa merupakan aktor penting dalam proses perubahan sosial dan politik, karena mereka memiliki kemampuan untuk mengembangkan pemikiran kritis, menganilisis isu-isu sosial, dan menciptakan solusi inovatif.
Dalam proses ini, kebebasan akademik menjadi landasan fundamental yang memungkinkan mahasiswa untuk menyampaikan pendapat dan gagasan tanpa takut akan pembungkaman ataupun intimidasi.
Pembungkaman dan intimidasi terhadap mahasiswa masih menjadi tantangan serius dalam mewujudkan kebebasan akademik.
Seperti yang terjadi dengan mahasiswa Universitas Bina Bangsa bernama M. Wasal Falah dari Fakultas Ilmu Komputer, ia mendapat perlakuan yang sewenang-wenang dari pihak kemahasiswaan.
Mahasiswa tersebut dipanggil oleh pihak kemahasiswaan tanpa surat resmi yang dikeluarkan oleh instansi, hanya via telephone.
Selain itu, orang tua dari M. Wasal Falah juga mendapat intimidasi untuk menandatangani sebuah surat pada saat pihak kemahasiswaan mendatangi kediaman orang tua Falah.
Pihak kemahasiswaan melakukan hal tersebut disinyalir karna Falah menyuarakan problematika yang ada didalam kampus Universitas Bina Bangsa via sosial media, tiktok.
Merespon situasi tersebut, puluhan mahasiswa yang tergabung dalam aliansi Gerakan Uniba Melawan menggelar Mimbar Bebas di depan Ruang Kemahasiswaan.
Mimbar bebas tersebut dilaksanakan sebagai bentuk solidaritas atas intimidasi yang diterima oleh Falah dan Keluarga.
Sepengakuan Falah, ibunya sampai dibawa ke Rumah Sakit karena ibunya memiliki riwayat penyakit jantung.
Falah memenuhi panggilan pihak kemahasiswaan dengan diiringi Mimbar Bebas yang digelar oleh aliansi mahasiswa tersebut.
Namun, pihak kemahasiswaan meminta untuk berdialog didalam ruangan. Padahal panggilan itu tidak dilakukan secara resmi.
Aliansi Gerakan Uniba Melawan, mendesak pihak kemahasiswaan agar membuat dialog diruang terbuka.
Dalam pelaksaan mimbar bebas tersebut, beberapa orator banyak menyampaikan problematika yang ada didalam kampus UNIBA.
Mulai dari dana UKM yang sulit diakses, fasilitas yang tidak memadai, transparansi data KIP, tidak adanya pemerintahan mahasiswa serta praktek jual beli nilai yang masih eksis dikampus tersebut.
"Kami tidak memiliki kebijakan apapun terkait hal-hal yang diungkapkan, nanti akan kami sampaikan ke atasan. Kami datang ke rumah Falah dalam rangka silaturahmi" sambut salah satu pihak kemahasiswaan, Sholeh.
"Bapa memang tidak memiliki kebijakan atas hal tersebut. Tapi yang dilakukan pihak kemahasiswaan terhadap Falah dan keluarga jelas melanggar aturan administratif yang berlaku. Apalagi sampai ibunya Falah dilarikan ke Rumah Sakit." Ungkap Ian, salah satu mahasiswa yang tergabung dalan aliansi tersebut.
Tidak ada titik penyelesaian yang konkrit dari dialog antara mahasiswa dengan pihak kemahasiswaan.
Pihak kemahasiswaan justru selalu berdalih bahwa itu dilakukan sebagai bentuk silaturahmi dan mereka tidak memiliki kebijakan atas berbagai problematika yang disampaikan mahasiswa.
Praktik pemanggilan mahasiswa tanpa surat resmi dan tekanan pada orang tua untuk menandatangani surat tanpa kejelasan isi merupakan bentuk pelanggaran terhadap hak-hak mahasiswa dan prinsip good governance dalam institusi pendidikan tinggi.
Menurut Undang-Undang No. 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi, mahasiswa memiliki hak untuk mendapatkan perlakuan yang adil dan transparan dalam setiap proses administratif.
Pemanggilan mahasiswa sebaiknya dilakukan melalui prosedur yang jelas, seperti surat resmi yang mencantumkan tujuan, waktu, dan tempat pertemuan.
Praktik mengunjungi rumah mahasiswa tanpa pemberitahuan sebelumnya dan pemaksaan penandatanganan surat tanpa penjelasan yang memadai dapat dikategorikan sebagai tindakan yang tidak etis dan berpotensi melanggar hukum.
Dalam konteks ini, penting bagi institusi pendidikan tinggi untuk mematuhi regulasi yang berlaku dan memastikan bahwa setiap tindakan administratif dilakukan dengan transparan dan akuntabel.
Dengan demikian, hak-hak mahasiswa dapat terlindungi dan proses pendidikan dapat berjalan dengan baik.
Kebebasan mimbar akademik di kampus merupakan prinsip fundamental dalam pendidikan tinggi yang memungkinkan dosen dan mahasiswa untuk menyampaikan pendapat dan gagasan tanpa takut akan penindasan atau pembungkaman.
Dalam konteks ini, penting bagi institusi pendidikan tinggi untuk menciptakan lingkungan yang kondusif bagi pengembangan pemikiran kritis dan kreatif.
Pembatasan atau penindasan terhadap kebebasan mimbar akademik dapat berdampak negatif pada kualitas pendidikan dan penelitian.
Kebebasan mimbar akademik juga berarti bahwa dosen dan mahasiswa memiliki hak untuk menyampaikan pendapat dan gagasan tanpa takut akan sanksi atau tekanan dari pihak tertentu.
Hal ini sejalan dengan prinsip-prinsip demokrasi dan hak asasi manusia.