Kampus Ugal-ugalan, Mahasiswa Stecu-Stecuan: Krisis Pendidikan Tinggi di Era Liberalisasi
Dunia pendidikan tinggi di Indonesia sedang mengalami krisis yang tidak bisa dianggap remeh.
Sistem pendidikan yang seharusnya menjadi alat pemerdekaan justru kini dikuasai oleh mekanisme pasar bebas, sementara negara tampak abai dan tidak hadir secara serius dalam menjamin hak pendidikan sebagaimana diamanatkan oleh UUD 1945 Pasal 31.
Menurut Wilfrid Klau, Sekretaris Eksekutif LMND TTU, pendidikan hari ini telah diliberalisasi dan dikomersialisasikan.
Hal ini membuat pihak kampus bebas menerapkan kebijakan yang tidak berpijak pada konstitusi dan lebih mengutamakan kepentingan ekonomi daripada kepentingan intelektual mahasiswa.
Ironisnya, mahasiswa yang seharusnya menjadi garda terdepan dalam perjuangan atas keadilan pendidikan kini justru larut dalam dunia maya. "Mahasiswa hari ini lebih sibuk stecu-stecuan di media sosial seperti Facebook dan TikTok, yang mempersempit daya kritis dan menjauhkan mereka dari realitas sosial," ungkap Wilfrid.
Ia juga menyoroti bahwa pola pikir mahasiswa telah "dinina-bobokan" oleh budaya konsumerisme yang dikendalikan kaum borjuis. Akibatnya, generasi muda kehilangan daya reflektif dan tidak lagi terdorong untuk mengasah nalar serta membaca konflik sosial secara tajam.
Lebih parah lagi, kondisi kampus saat ini dipenuhi berbagai persoalan serius: praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN), pelecehan seksual, jual-beli nilai, serta kenaikan Uang Kuliah Tunggal (UKT) secara tiba-tiba tanpa pertimbangan keadilan.
Sebagai penutup, Wilfrid menyerukan agar mahasiswa kembali mengasah pikiran, mempertajam nalar kritis, dan membangun kesadaran kolektif untuk melawan liberalisasi serta komersialisasi pendidikan. “Mari menjadi mahasiswa yang sadar, kritis, dan peka terhadap persoalan sosial di sekitar kita,” tegasnya.