Dari Laka Tebes ke Luka Terabaikan: Teriakan Sunyi Rakyat Malaka

Logo Kabupaten Malaka/ Dokumen Pribadi 


Elemendemokrasi,com. Kabupaten Malaka merupakan salah satu kabupaten yang berada di Provinsi Nusa Tenggara Timur. Pada tahun 2024, jumlah penduduk di kabupaten ini tercatat sekitar 204,74 ribu jiwa.

 Kabupaten ini merupakan hasil pemekaran dari Kabupaten Belu yang disahkan dalam sidang paripurna DPR RI pada 14 Desember 2012 melalui Rancangan Undang-Undang Daerah Otonomi Baru (DOB). 

Pemekaran tersebut kemudian disahkan secara yuridis melalui Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2013 pada tanggal 11 Januari 2013.

Saat ini, Kabupaten Malaka memiliki 12 kecamatan dan 127 desa dalam wilayah administratifnya. 

Pada tahun 2015, Malaka resmi memiliki bupati definitif pertama, yaitu Stevanus Bria Seran, didampingi oleh wakilnya Daniel Asa. 

Mereka dipercaya oleh masyarakat untuk memimpin Kabupaten Malaka pada periode awal terbentuknya.

Meski telah mengalami tiga kali pergantian kepemimpinan, Kabupaten Malaka hingga kini masih menghadapi berbagai persoalan, terutama dalam pelaksanaan dan pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat.

Hal ini menjadi tantangan besar yang harus segera disikapi oleh pemerintahan saat ini.

Salah satu masalah utama yang mencolok adalah maraknya praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme di lingkungan pemerintahan. 

Selain itu, pemberdayaan masyarakat dalam sektor penting seperti kesehatan dan pendidikan masih jauh dari harapan.

Tidak hanya itu, masalah infrastruktur juga menjadi perhatian serius. Di daerah pemilihan 3, seperti wilayah Wemer, Numponi, dan Wekfau, infrastruktur jalan masih sangat memprihatinkan dan kurang mendapat perhatian. 

Jembatan penghubung di Numponi yang rusak akibat badai Seroja empat tahun lalu pun hingga kini belum diperbaiki.

Ketimpangan pembangunan antarwilayah juga menyebabkan kesenjangan sosial antara wilayah pegunungan dan daratan. Ketimpangan ini memperburuk kondisi masyarakat yang berada di daerah tertinggal dan menimbulkan rasa ketidakadilan. 

Sangat ironis ketika para pemimpin terus mengumandangkan slogan "Malaka Laka Tebes", namun tidak sesuai dengan realita yang dialami oleh masyarakat, khususnya di daerah pemilihan 3.

Berbagai proyek pemerintah yang seharusnya menjadi solusi justru menjadi sumber masalah baru. Contohnya, proyek bantuan rumah pasca badai Seroja sebanyak 3.118 unit yang kini menjadi kasus korupsi. 

Proyek septic tank sebanyak 758 unit pun masih bermasalah dan belum ada kejelasan penyelesaiannya. Pembangunan Rumah Sakit Pratama di Kecamatan Wewiku juga telah diresmikan, namun hingga saat ini belum beroperasi. 

Selain itu, kantor Bupati Malaka yang dibangun dengan anggaran sebesar Rp94 miliar belum dihuni oleh bupati saat ini, dengan alasan masih dalam proses audit administrasi dan teknis.

Melihat semua permasalahan ini, muncul pertanyaan besar ke mana arah Kabupaten Malaka ke depan tanpa sosok pemimpin yang visioner, responsif, dan adaptif? 

Pemimpin yang mampu menjawab tantangan zaman dan berani membawa perubahan nyata sangat dibutuhkan untuk membangun masa depan Malaka yang lebih baik.

Sebagai generasi muda Kabupaten Malaka, kita memiliki tanggung jawab moral dan sosial untuk ikut mengawal jalannya pemerintahan. 

Kita harus memastikan bahwa roda pemerintahan berjalan sesuai dengan koridor hukum dan moral, demi kesejahteraan seluruh rakyat Malaka. 

Masa depan daerah ini bergantung pada keberanian, integritas, dan semangat kolaborasi dari seluruh elemen masyarakat, terutama generasi mudanya.

Next Post Previous Post
No Comment
Add Comment
comment url