Bangkitkan Kesadaran Kritis Mahasiswa: EKOM LMND UNIMOR dan EKOM LMID UNIMOR Lawan Komersialisasi Pendidikan Lewat Lapak Baca
Arah pendidikan tinggi di Indonesia kian hari semakin dipertanyakan. Semakin tampak bahwa sistem pendidikan kini tidak sepenuhnya berpihak pada rakyat, melainkan bergerak menuju arus liberalisasi dan komersialisasi.
Kenaikan Uang Kuliah Tunggal (UKT) secara mendadak di sejumlah universitas, termasuk Universitas Cenderawasih, menjadi cerminan nyata dari persoalan tersebut.
Melihat fenomena ini, dua organisasi mahasiswa progresif Eksekutif Komisariat Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi (EKOM LMND UNIMOR) dan Eksekutif Komisariat Liga Mahasiswa Indonesia untuk Demokrasi (EKOM LMID UNIMOR) meluncurkan inisiatif kritis dengan membuka Lapak Baca di lingkungan kampus Universitas Timor (UNIMOR).
Lapak baca ini bukan hanya menyediakan akses bacaan alternatif, tetapi juga menjadi medium agitasi untuk mendorong mahasiswa kembali berpikir kritis dan sadar terhadap ketimpangan yang terjadi di kampus.
Ketua Eksekutif Komisariat UNIMOR, Oky Klau, menyatakan bahwa mahasiswa tidak boleh tinggal diam terhadap berbagai bentuk ketidakadilan yang terjadi.
“Mari kita sama-sama berjibaku melihat ketimpangan di UNIMOR dan melawan praktik liberalisasi dan komersialisasi di dalam kampus,” ujarnya.
Sementara itu, Bondan, salah satu anggota berbakat EKOM LMID UNIMOR, menyayangkan sikap pasif sebagian mahasiswa terhadap isu-isu kampus yang menyentuh langsung kehidupan mereka.
“Sangat disayangkan jika mahasiswa hanya diam ketika hak-haknya tidak terpenuhi. Kita diwajibkan membayar UKT, tapi belum mendapatkan fasilitas belajar yang memadai. Ini jelas ketimpangan,” tegasnya.
Menurut Bondan, ketimpangan ini berpotensi memicu konflik horizontal antara mahasiswa dan pihak universitas apabila tidak ditangani dengan kesadaran kolektif dan keberanian untuk menyuarakan kebenaran.
Melalui kegiatan ini, EKOM LMND UNIMOR dan EKOM LMID UNIMOR menegaskan harapan mereka. Membangun budaya baca, meningkatkan kesadaran kritis, serta menciptakan kampus yang adil, inklusif, dan terbebas dari praktik-praktik komersialisasi pendidikan.
Lapak baca ini menjadi simbol perlawanan intelektual mahasiswa. Ia hadir sebagai ruang alternatif untuk belajar, berdiskusi, dan menyatukan gagasan demi perubahan yang lebih baik.
Sebagai penutup, Oky menyampaikan seruan yang menggugah “Mahasiswa adalah agen perubahan dan penyambung lidah rakyat. Tapi jika kita tidak berpikir kritis dan tidak bergerak, maka label itu hanya tinggal nama tanpa makna.”
Dengan inisiatif seperti ini, mahasiswa Universitas Timor kembali membuktikan bahwa perubahan tidak datang dari diam, melainkan dari keberanian untuk membaca, berpikir, dan bertindak.