Tambang, Krisis Air, dan Sawah yang Mati: Suara Rakyat dari Noemuti dan Bikomi Selatan
Fenomena sosial dan lingkungan di Kabupaten Timor Tengah Utara (TTU) kini tengah memanas.
Berbagai isu bermunculan dan menyedot perhatian publik, khususnya yang berkaitan dengan aktivitas tambang galian C di Kecamatan Noemuti dan Bikomi Selatan.
Isu ini tidak hanya viral di media sosial, tapi juga menjadi perbincangan serius di berbagai lapisan masyarakat, baik dari kalangan akademisi maupun non-akademisi.
Dampak Tambang terhadap Lingkungan dan Petani. Kegiatan pertambangan tentu membawa dampak terhadap keseimbangan alam.
Tidak bisa dipungkiri bahwa di mana ada tambang, di situ pula ada kerusakan. Di Noemuti dan Bikomi Selatan, lahan-lahan milik warga terkikis secara perlahan namun pasti.
Debit air sungai menurun drastis, bahkan beberapa wilayah kini terancam longsor dan mendekati pemukiman penduduk.
Yang paling merasakan dampaknya adalah para petani padi sawah. Sebelum tambang hadir, masyarakat bisa panen hingga tiga kali dalam setahun.
Namun kini, panen satu kali saja sangat sulit dilakukan. Kegiatan pertanian yang menjadi tulang punggung ekonomi warga perlahan lumpuh.
Hal ini menunjukkan bahwa keberadaan tambang bukan hanya merusak alam, tetapi juga memutus mata pencaharian utama masyarakat.
Pertanyaan tentang Ekonomi dan Keadilan Sosial. Lantas, siapa yang diuntungkan dari aktivitas tambang ini?
Apakah masyarakat lokal yang justru terdampak langsung? Ataukah pemerintah dan korporasi pengelola tambang yang menikmati hasilnya?
Jika ditelusuri lebih dalam, kerusakan lingkungan dan berkurangnya pendapatan petani bisa memicu kesenjangan sosial dan ekonomi.
Ketika pekerjaan utama masyarakat dihancurkan, maka potensi konflik horizontal di tengah masyarakat semakin besar. Ini adalah bom waktu yang tidak boleh diabaikan.
Peran Pemuda sebagai Agen Perubahan. Di tengah persoalan yang kompleks ini, peran pemuda menjadi sangat penting. Pemuda harus hadir dengan nalar kritis dan keberanian untuk bersuara.
Tidak cukup hanya menjadi penonton, generasi muda harus tampil sebagai agen perubahan dan penyambung lidah rakyat, sesuai dengan gelar yang telah lama disematkan kepada mereka.
Khususnya di desa-desa seperti Kiuola, Naiola, dan Fatumuti, yang terdampak langsung oleh aktivitas tambang, pemuda harus aktif mengorganisasi diskusi publik, melakukan advokasi, dan membangun kesadaran kolektif demi mempertahankan hak atas tanah, air, dan kehidupan yang layak.
Isu tambang di Noemuti dan Bikomi Selatan bukan hanya soal ekonomi, tetapi juga tentang keadilan, hak hidup, dan masa depan.
Ketika alam rusak dan rakyat menderita, maka sudah waktunya semua pihak – terutama kaum muda – mengambil peran untuk menyuarakan kebenaran dan memperjuangkan perubahan yang berkeadilan.
Penulis: Sonia Taek Mahasiswa Aktif Universitas Timor