Biinmaffo Bukan Sekadar Nama, Menolak Pengaburan Identitas Budaya TTU
Elemendemokrasi, com. Kebijakan Pemerintah Kabupaten Timor Tengah Utara (TTU) mengganti sebutan Biinmaffo menjadi Sonaf Besi bukan hanya soal teknis administratif.
Ini adalah persoalan identitas, sejarah, dan jati diri kolektif masyarakat TTU. Sayangnya, keputusan itu diambil secara terburu-buru, tanpa musyawarah, dan berpotensi memantik ketersinggungan antar suku.
Sebagai seorang anak daerah, saya merasa perlu menegaskan bahwa penolakan terhadap kebijakan ini bukanlah sekadar reaksi emosional, melainkan sikap yang dilandasi oleh tiga alasan fundamental.
Pertama, Biinmaffo adalah simbol persatuan.
Nama ini lahir dari konsolidasi tiga swapraja besar: Biboki, Insana, dan Miomaffo. Menghapus Biinmaffo sama saja menghapus simbol persatuan yang telah dirawat secara turun-temurun. Ia bukan sekadar istilah geografis, tetapi representasi sejarah panjang masyarakat TTU.
Kedua, Sonaf Besi tidak memiliki akar historis yang kuat.
Istilah ini hanyalah tafsir budaya kontemporer, yang boleh jadi menarik sebagai wacana, tetapi tidak bisa dipaksakan sebagai pengganti fakta sejarah. Apa jadinya jika warisan sejarah diganti dengan tafsir sepihak yang belum tentu diterima oleh masyarakat adat?
Ketiga, menolak segala bentuk manipulasi sejarah.
Perubahan nama dari Biinmaffo ke Sonaf Besi adalah upaya pengaburan sejarah. Pemerintah seakan lupa bahwa nama bukan hanya tanda, melainkan ingatan kolektif. Mengubahnya berarti menghapus memori kolektif yang telah menjadi bagian dari identitas rakyat TTU.
Lebih jauh, saya melihat langkah Bupati TTU ini berpotensi menyalahi aturan formal. Setiap kebijakan yang menyangkut warisan budaya seharusnya melalui mekanisme peraturan perundang-undangan, serta melibatkan DPRD, tokoh adat, tokoh agama, dan masyarakat adat. Tanpa itu semua, keputusan ini rawan dianggap sebagai personalisasi kekuasaan.
Mengganti Biinmaffo dengan Sonaf Besi bukanlah sekadar permainan istilah. Ini soal siapa yang berhak menafsirkan sejarah, siapa yang berhak menjaga identitas, dan siapa yang berhak menentukan arah budaya kita. Saya percaya, sejarah bukan untuk dimanipulasi, melainkan untuk dirawat dan diwariskan.
Karena itu, saya mendesak agar kebijakan ini segera dianulir. Biinmaffo harus tetap dipertahankan sebagai simbol sejarah, persatuan, dan identitas masyarakat TTU. Menghapusnya sama saja mengkhianati akar budaya kita sendiri.
Penulis: Valentina Hale Mahasiswa Aktif universitas Timor, Program Studi Administrasi negara.