Membatalkan Harapan: Ketika Pemerintah Mengingkari Janjinya pada 192 Calon PPPK TTU
Pembatalan kelulusan 192 Calon Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) di Kabupaten Timor Tengah Utara bukan hanya soal administrasi atau kelalaian teknis, tetapi persoalan serius tentang keadilan dan tanggung jawab moral pemerintah terhadap warganya.
Jika peserta seleksi PPPK telah dinyatakan lulus secara resmi dan memenuhi seluruh syarat yang ditetapkan oleh peraturan, maka tidak ada alasan yang dapat membenarkan pemerintah untuk menunda atau bahkan membatalkan penerbitan Surat
Keputusan (SK) pengangkatan mereka. Proses seleksi bukanlah formalitas. Itu adalah bukti legal dan moral bahwa peserta telah melalui tahapan panjang dan dinyatakan layak untuk diangkat sebagai aparatur negara.
Sayangnya, alasan yang digunakan seperti maladministrasi, data belum lengkap, atau perlu waktu tambahan untuk verifikasi justru menunjukkan ketidaksiapan dan lemahnya perencanaan pemerintah daerah.
Semua hal teknis itu seharusnya diselesaikan sebelum proses rekrutmen dimulai, bukan dijadikan tameng setelah pengumuman kelulusan dilakukan.
Ketika seseorang telah dinyatakan lulus namun tidak diberikan SK pengangkatan, maka itu berarti haknya dirampas secara sepihak.
Ini bukan sekadar kesalahan teknis, melainkan bentuk nyata pengabaian terhadap keadilan, aturan hukum, serta prinsip pelayanan publik yang berkeadaban.
Pemerintah, baik pusat maupun daerah, seharusnya memegang janji dan konsisten terhadap regulasi yang mereka buat sendiri.
Setiap keputusan seleksi yang sudah diumumkan merupakan kontrak moral antara pemerintah dan rakyat. Bila hasil kelulusan tidak diikuti dengan pengangkatan, maka kepercayaan publik akan runtuh.
Masyarakat akan menilai bahwa pemerintah lebih memilih bersembunyi di balik alasan administratif ketimbang menegakkan keadilan dan menghormati regulasi yang berlaku.
Lebih jauh, kasus ini mencerminkan bagaimana birokrasi sering kali tidak peka terhadap dampak sosial dan psikologis dari setiap kebijakan yang diambil.
Ratusan calon PPPK yang sudah berharap, mengorbankan waktu, tenaga, dan biaya, kini harus menanggung ketidakpastian akibat kebijakan yang tidak konsisten.
Pemerintah Kabupaten Timor Tengah Utara harus belajar bahwa membangun kepercayaan publik jauh lebih sulit daripada sekadar membuat pengumuman seleksi.
Konsistensi adalah wujud integritas. Jika pemerintah tidak segera memperbaiki kesalahan ini, maka bukan hanya citra pemerintahan yang rusak, tetapi juga semangat masyarakat untuk percaya pada proses seleksi ASN di masa depan.
Penulis: Katharina Sonbay Mahasiswa Aktif Universitas Timor Program Studi Administrasi Negara