Penataan Pasar Baru Kefamenanu: Antara Ketertiban dan Ketidakadilan bagi Pedagang Kecil
Penataan Pasar Baru Kefamenanu belakangan ini menuai banyak sorotan. Kebijakan yang seharusnya bertujuan menciptakan pasar yang tertib, aman, dan nyaman justru menimbulkan keresahan di kalangan pedagang kecil.
Banyak pedagang mengeluhkan pembongkaran lapak yang dilakukan tanpa penyiapan tempat jualan yang memadai.
Akibatnya, sebagian dari mereka kesulitan mendapatkan lokasi baru untuk berjualan, bahkan ada yang terpaksa tidak berjualan selama beberapa hari karena belum memperoleh tempat yang layak.
Selain itu, pengalihan pintu masuk pasar juga menimbulkan ketidakpuasan karena dianggap mengganggu aktivitas jual beli dan menyebabkan kemacetan di sekitar area pasar.
Kondisi pasar yang masih semrawut, ditambah pedagang yang berjualan di bahu jalan dan drainase, semakin memperuncing ketegangan antara pedagang dan pemerintah daerah.
Permasalahan ini muncul karena komunikasi dan koordinasi antara pemerintah daerah dan pedagang belum berjalan dengan baik.
Penataan pasar memang penting untuk menata ketertiban dan kenyamanan, namun seharusnya dilakukan dengan pendekatan yang adil, partisipatif, dan berpihak pada kepentingan sosial ekonomi para pedagang.
Ketika kebijakan diambil secara terburu-buru dan top-down tanpa dialog yang memadai, para pedagang merasa dirugikan dan kehilangan kepastian tempat berjualan.
Dalam konteks ini, penataan pasar bukan sekadar urusan estetika dan aturan formal, tetapi juga soal keberpihakan dan rasa keadilan.
Untuk menghindari konflik yang berlarut, pemerintah perlu memperkuat dialog dengan pedagang dan pemangku kepentingan lainnya.
Langkah yang bisa ditempuh antara lain menyediakan tempat jualan baru secara tuntas sebelum pembongkaran dilakukan, meninjau kembali kebijakan pengalihan pintu masuk pasar agar sesuai dengan kebutuhan pedagang dan kenyamanan pembeli, serta melakukan pendataan menyeluruh terhadap pedagang yang belum memperoleh lokasi.
Sosialisasi intensif mengenai tujuan penataan pasar juga penting dilakukan agar semua pihak memahami manfaatnya.
Pemerintah perlu memastikan fasilitas pendukung seperti drainase, area parkir, dan ruang jual beli tertata dengan baik agar aktivitas di pasar tetap berjalan lancar.
Penataan pasar seharusnya menjadi sarana untuk menyejahterakan, bukan meminggirkan. Pemerintah daerah diharapkan melihat kebijakan ini bukan semata demi keindahan fisik pasar, melainkan sebagai upaya mewujudkan keadilan sosial dan ekonomi bagi pedagang kecil yang menggantungkan hidupnya di sana.
Jika dilaksanakan dengan pendekatan yang partisipatif dan manusiawi, penataan Pasar Baru Kefamenanu dapat menjadi contoh keberhasilan tata kelola pasar yang tidak hanya tertib dan indah, tetapi juga berkeadilan bagi semua.
Penulis: Adryan Putra Tantri Mahasiswa Aktif Universitas Timor Program Studi Administrasi negara