Proyek Sumur Bor Fautbaki Mangkrak, Masyarakat Kecewa: Profesionalisme Pemerintah Desa Toianas Dipertanyakan

Ilustrasi Gambar Sumur Bor/Dok Pribadi 


TTS, Elemendemokrasi.com–Harapan masyarakat Dusun Fautbaki, Desa Toianas, Kecamatan Toianas, Kabupaten Timor Tengah Selatan, untuk menikmati akses air bersih pupus sudah. Proyek sumur bor yang dijanjikan melalui Surat Perjanjian Kerja (SPK) Nomor Ds.Toianas.01/173/IX/2025 hingga kini tak kunjung terealisasi. 

Bahkan, menurut sumber warga setempat, alat bor yang sempat didatangkan pihak kontraktor telah dikembalikan tanpa satu pun titik pengeboran dilakukan.

Padahal, dalam dokumen resmi SPK yang ditandatangani oleh Ketua TPK Simon Sakan selaku pihak pertama dan Direktur CV. 

Mandiri Jaya Nedi Y. R. Boimau selaku pihak kedua, disebutkan dengan jelas bahwa kegiatan dimaksud adalah “Pembangunan/Rehabilitasi/Peningkat Sumber Air Bersih Milik Desa” berlokasi di RT 014/RW 004 Dusun Fautbaki, Desa Toianas, dengan nilai kontrak mencapai Rp105.640.000.

Rincian pekerjaan dalam SPK meliputi 14 item pengadaan barang dan jasa, termasuk deteksi sumber titik bor, mobilisasi-demobilisasi mesin, pembelian bahan bakar, pipa chasing, kabel, dan upah operator. 

Semua itu menandakan bahwa proyek telah dirancang secara administratif lengkap — namun fakta di lapangan menunjukkan tidak ada pekerjaan pengeboran yang terlaksana sama sekali.

Kondisi ini menimbulkan kekecewaan dan kemarahan masyarakat. Pasalnya, air bersih merupakan kebutuhan dasar yang sangat mendesak di wilayah Fautbaki. 

Setiap tahun, warga harus menghadapi kesulitan air pada musim kemarau, dan proyek sumur bor ini sempat dianggap sebagai jawaban atas persoalan tersebut. Kini, janji itu justru berubah menjadi kekecewaan mendalam.

Lebih memprihatinkan lagi, dalam dokumen SPK juga terdapat ketentuan yang mengatur sanksi, penghentian pekerjaan, dan kewajiban pengawasan pemerintah desa. 

Artinya, jika proyek gagal atau tidak berjalan sesuai kesepakatan, seharusnya pemerintah desa melalui TPK dan kepala desa mengambil langkah tegas terhadap pihak pelaksana, termasuk pemutusan kontrak dan penegakan sanksi administratif. Namun, sejauh ini tidak ada tindakan nyata yang terlihat.

Kegagalan proyek sumur bor Fautbaki menjadi indikator lemahnya profesionalisme dan tanggung jawab dalam pengelolaan dana desa.

Dokumen resmi memang rapi di atas kertas, tetapi implementasi di lapangan nihil. Situasi ini menimbulkan pertanyaan serius: apakah pengawasan dilakukan sebagaimana mestinya, dan ke mana arah pertanggungjawaban penggunaan dana publik tersebut?

Masyarakat kini menuntut penjelasan terbuka dari Kepala Desa Toianas, Ketua TPK, dan pihak CV. Mandiri Jaya terkait kegagalan proyek ini. Transparansi bukan hanya kewajiban moral, melainkan juga amanat hukum yang diatur dalam regulasi pengelolaan dana desa.

Salah satu pemuda Desa Toianas, Dedy Taoet, turut menyuarakan kekecewaannya atas proyek yang tak kunjung rampung itu.

“Saya menduga bahwa dana sumur bor sudah terjadi korupsi dan nepotisme yang dilakukan oleh pihak pemerintah desa Toianas. Dan saya menilai terkait dengan sumur bor ini, pemerintah desa gagal total dalam pengawasan,” tegas Dedy.

Pernyataan tersebut menggambarkan kekecewaan generasi muda terhadap lemahnya akuntabilitas pemerintah desa dalam menjalankan amanah masyarakat.

Warga berharap agar Inspektorat Kabupaten Timor Tengah Selatan dan aparat penegak hukum segera turun tangan melakukan audit serta pemeriksaan lapangan. 

Membiarkan proyek seperti ini mangkrak tanpa kejelasan hanya akan memperburuk kepercayaan publik terhadap pemerintah desa.

Proyek sumur bor Fautbaki seharusnya menjadi simbol kemajuan dan kepedulian terhadap kebutuhan dasar warga. Namun kenyataannya, ia kini menjadi simbol kekecewaan dan ketidakseriusan dalam pengelolaan dana publik di tingkat desa. 

Saatnya pemerintah Desa Toianas berbenah dan menunjukkan bahwa amanah rakyat bukan sekadar tanda tangan di atas kertas, tetapi harus diwujudkan dalam kerja nyata demi kesejahteraan masyarakatnya.

Previous Post
No Comment
Add Comment
comment url