Antara Tugas dan Gaya Hidup: Menyoal Etika Penggunaan Mobil Dinas di TTU

Penggunaan mobil dinas di Kabupaten Timor Tengah Utara (TTU) seharusnya menjadi cerminan tanggung jawab dan dedikasi aparatur pemerintah dalam menjalankan tugas pelayanan publik.

Mobil dinas bukanlah milik pribadi, melainkan fasilitas negara yang dibeli menggunakan uang rakyat. Oleh karena itu, penggunaannya harus benar-benar difokuskan untuk kepentingan pekerjaan dan pelayanan kepada masyarakat, bukan untuk urusan pribadi.

Namun, kenyataan di lapangan sering kali menunjukkan hal sebaliknya. Tidak jarang mobil dinas berplat merah terlihat digunakan di luar jam kerja untuk keperluan pribadi, seperti berbelanja, jalan-jalan, atau bahkan dipakai oleh keluarga pejabat.

Fenomena ini menunjukkan masih lemahnya kesadaran aparatur pemerintah terhadap etika, disiplin, dan tanggung jawab dalam menggunakan fasilitas publik.

Padahal, penggunaan kendaraan dinas telah diatur secara tegas dalam Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Permenpan RB) Nomor 87 Tahun 2005 tentang Pedoman Peningkatan Efisiensi dan Penghematan dalam Penggunaan Sarana dan Prasarana Kerja. 

Dalam aturan tersebut disebutkan bahwa kendaraan dinas hanya boleh digunakan untuk kepentingan dinas dan tidak boleh digunakan di luar jam kerja, hari libur, atau untuk keperluan pribadi. 

Selain itu, Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil juga menegaskan bahwa setiap PNS wajib menaati ketentuan peraturan perundang-undangan dan menjaga kehormatan instansi pemerintah. 

Pelanggaran terhadap hal ini dapat dikenakan sanksi disiplin, mulai dari teguran hingga pemberhentian.

Menurut Dr. Agus Pramusinto, Ketua Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN), “fasilitas negara, termasuk kendaraan dinas, adalah simbol kepercayaan publik terhadap integritas aparatur.

Jika disalahgunakan, maka yang rusak bukan hanya citra pribadi pejabat, tetapi juga marwah institusi yang diwakilinya.” Pandangan ini sejalan dengan semangat reformasi birokrasi yang menekankan prinsip akuntabilitas, efisiensi, dan tanggung jawab sosial dari setiap aparatur negara.

Oleh karena itu, pemerintah daerah TTU perlu bersikap lebih tegas dalam mengawasi penggunaan mobil dinas. Pengawasan internal, pencatatan penggunaan kendaraan, hingga penerapan sanksi yang konsisten harus dilakukan untuk mencegah penyalahgunaan. 

Langkah sederhana seperti pembatasan penggunaan di luar jam kerja, pemasangan GPS, atau kewajiban laporan perjalanan dinas dapat menjadi bentuk pengawasan yang nyata.

Namun, lebih dari sekadar aturan, yang paling dibutuhkan adalah kesadaran moral dan rasa malu dari para aparatur. 

Menggunakan fasilitas negara untuk urusan pribadi sama saja dengan mengkhianati kepercayaan rakyat.

Setiap kali mobil berplat merah digunakan tanpa alasan dinas, kepercayaan masyarakat ikut terkikis sedikit demi sedikit.

Pada akhirnya, mobil dinas adalah alat pengabdian, bukan simbol kekuasaan atau kenyamanan pribadi. 

Jika digunakan dengan penuh tanggung jawab dan diawasi secara konsisten, fasilitas publik seperti mobil dinas bisa benar-benar menjadi sarana untuk memperlancar pelayanan kepada masyarakat. 

Tapi bila disalahgunakan, maka plat merah itu tidak lagi menjadi lambang amanah, melainkan simbol pudarnya kepercayaan publik terhadap pemerintah.


Penulis: Fransiska Luan Mahasiswa Aktif Universitas Timor Program Studi Administrasi negara 


Next Post Previous Post
No Comment
Add Comment
comment url