Empat Tahun Dibiarkan Rusak, Jembatan Numponi Jadi Luka Kolektif Warga Malaka Timur

Malaka Timur, Nusa Tenggara Timur— Sudah empat tahun lamanya Jembatan Numponi di Desa Numponi, Kecamatan Malaka Timur, Kabupaten Malaka, mengalami kerusakan parah sejak diterjang Badai Seroja pada April 2021.
Hingga kini, jembatan yang menjadi satu-satunya akses penghubung antara dua kecamatan itu belum mendapat perhatian serius dari Pemerintah Kabupaten Malaka.
Kondisi tersebut memantik reaksi keras dari salah satu mahasiswa aktif Universitas Timor, Wilhelmus Manek Klau, yang akrab disapa Mus.
Ia menilai pemerintah daerah seolah menutup mata terhadap penderitaan masyarakat yang setiap hari harus berjibaku menyeberangi sungai demi beraktivitas.
“Kami sangat prihatin dengan sikap lamban Pemkab Malaka. Perbaikan jembatan seharusnya menjadi prioritas utama karena ini menyangkut keselamatan dan kesejahteraan masyarakat luas,” tegas Mus.
Akses Vital yang Lumpuh Total
Mus menjelaskan, jembatan Numponi merupakan penghubung vital antarwilayah di Malaka Timur. Sejak jembatan itu putus, masyarakat—termasuk anak-anak sekolah dan para pekerja—harus menyeberangi sungai dengan arus deras untuk menuju ke sekolah, pasar, atau kebun mereka.
Ketika musim hujan tiba dan debit air meningkat, seluruh aktivitas di sekitar sungai harus berhenti total.
“Semenjak jembatan itu putus empat tahun lalu, aktivitas masyarakat sangat terhambat. Anak-anak sekolah bahkan harus menunggu air surut baru bisa menyeberang. Situasi ini jelas berbahaya dan tidak manusiawi,” ujar Wilhelmus dengan nada tegas.
Ia menambahkan, masyarakat kini hanya mengandalkan jembatan kabel gantung sebagai alternatif sementara. Namun, jembatan darurat itu tidak bisa digunakan semua warga.
“Yang bisa lewat hanya anak muda, karena menyeberang di situ butuh tenaga besar dan keberanian,” tambahnya.
Korban Jiwa dan Kritik Keras
Kondisi memprihatinkan tersebut bukan hanya menghambat aktivitas pendidikan dan ekonomi warga, tetapi juga telah menelan korban jiwa. Beberapa warga dilaporkan terseret arus sungai karena tidak adanya jembatan permanen.
“Sudah ada korban jiwa akibat harus menyeberangi sungai. Itu menjadi duka mendalam bagi keluarga korban dan bukti nyata bahwa pemerintah lamban dalam bertindak,” tutur Wilhelmus dengan nada kecewa.
Desakan dan Harapan
Wilhelmus menegaskan bahwa ia bersama rekan-rekan mahasiswa akan terus mengawal persoalan Jembatan Numponi hingga ada tindakan nyata dari Pemerintah Kabupaten Malaka.
Ia menilai, perbaikan jembatan ini bukan semata proyek infrastruktur, tetapi juga bentuk tanggung jawab moral pemerintah terhadap keselamatan rakyat.
“Kerusakan jembatan ini sudah terlalu lama dibiarkan. Pemerintah jangan lagi menunda-nunda. Ini soal keselamatan dan hak dasar masyarakat untuk mendapatkan akses transportasi yang layak,” ujarnya.
Wilhelmus juga berharap agar perbaikan Jembatan Numponi menjadi salah satu program prioritas Pemkab Malaka dalam tahun anggaran berikutnya.
Ia menilai, tanpa jembatan penghubung itu, aktivitas ekonomi masyarakat di wilayah Malaka Timur akan terus terhambat dan menyebabkan stagnasi pembangunan di daerah tersebut.
“Kami berharap pemerintah segera bertindak. Jangan biarkan masyarakat terus hidup dalam keterisolasian,” pungkasnya.